Minggu, 23 Mei 2010

KEBAHAGIAAN TIDAK PERLU DICARI ?

(Moh. Nurwahib)

“Alhamdulillah,… cukup untuk uang saku si bungsu tiga hari” terucap lirih namun jelas dari bibir pucat mak Suminah. Ketika menerima uang Rp 10.000,- dan sebungkus nasi upah dari pekerjaanya menanam padi. Tak lama kemudian terdengar sapaan diiringi derit pintu depan yang sudah mulai renta “assalamu’alaikum”. Setelah menyandarkan sepeda yang tak lagi berwarna si bungsu menyalami mak Suminah sembari mencium tangan yang mulai keriput. Setelah meletakkan tas di dinding bilik, si bungsu bergegas mengambil air wudlu untuk sholat dhuhur.

“Nduk ayo makan siang” mak Sumirah memanggil si bungsu yang sedang melepas mukena.. “ya mak… “. Di atas meja telah tersedia sebakul nasi, sayur rebung anakan bambu belakang rumah dan tiga potong tempe goreng dan segelas air putih... tanpa kerupuk. Mak Sumirah memandangi si bungsu yang melahap makan siang. “Alhamdulillah, enak mak”… tampak jelas raut bahagia dari wajah ibu setengah baya yang tak lagi ditunggui suaminya itu….

Kebagagiaan adalah limpahan karunia Illahi, bukan merupakan sebuah hasil usaha semata, seperti masuknya hamba-hamba yang sholeh kedalam syurga bukan karena amalan mereka semata melainkan karena rahmat dan kasih saying dari Alloh subhanahu wata’ala.
Kebahagiaan bukanlah monopoli orang yang berhasil dalam usahanya. Kebahagiaan adalah milik semua orang yang hatinya telah ditetesi embun karuniaNYA sehingga otak mereka telah terpikat oleh hati yang sejuk. Otak yang telah mencintai hati ini akan melihat isi dunia dengan bingkai syukur pada sang pemberi, jauh dari prasangka dan tamak.

Dalam sudut pandang ikhtiar (usaha) Ahlusunah berkeyakinan bahwa manusia diberi kebebasan untuk memilih jalan kebahagiaan atau nestapa, namun semua itu terikat pada Takdir Alloh SWT. Dan takdir semata-mata mutlak milik Alloh, manusia hanya diberi kebebasan untuk menebar usaha, bekerja, ikhtiar dan melakukan amalan saja. Namun kita patut berusaha niscaya Alloh akan memberikan kemudahan.

Alloh memberikan setiap orang wadah kebahagiaan yang berbeda ada yang sebesar cangkir dan ada pula yang seluas danau. Kapasitas wadah inilah yang melahirkan figure seperti mak Sumirah dan Gayus.

Menjalani hidup ini seperti membaca puisi ada yang sependek nama, ada yang sepanjang legenda, ada yang ringan digenggam, ada yang berat dipapah, ada yang indah bagai telaga, ada yang suram bagai kaldera.

Kebahagiaan tetaplah rahasia Alloh, meskipun sejuta manusia menggapai langit dan menggali bumi demi kebahagiaan, keyakinan terhadap takdir menjunjung manusia kearah ketabahan, kepasrahan dan keteduhan hati. Keikhlasan bak mutiara terpendam, menyorotkan cahaya pasrah, mengharap keridho’an Ilahi. Peneladanan terhadapmu “wahai Nabiku” seringkali menggeser kesukaan kami terhadap seluruh penghuni bumi.

Kemana kami mencari kebahagiaan, jika kebahagiaan itu mutlak milikMU ya Tuhanku. Teteskanlah rahmatMU senantiasa pada hati kami sehingga otak kami mau mencintai hati kami.

0 komentar:

 
© free template by Blogspot tutorial